bantencom - Menurut Prof Iman Soepomo Hukum Perburuhan adalah himpunan peraturan baik tertulis maupun tidak, yang berkenaan dengan kejadian di mana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah. Dimana Himpunan peraturan tersebut hendaknya jangan diartikan seolah-olah peraturan perburuhan telah lengkap dan telah dihimpun secara sistematis dalam Kitab UndangUndang Hukum Perburuhan Peraturan yang tertulis seperti : Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan lain-lainya tentu tidak akan fleksibel dalam setiap waktu. Sehubungan dengan itu banyak ketentuan tentang perburuhan harus ditemukan dalam aturan yang tidak tertulis yang berbentuk kebiasaan. Peraturan-peraturan itu baik dalam arti formil maupun materiil ada yang ditetapkan oleh penguasa dari pusat yang sifatnya heteronoom dan ada pula yang timbul di dunia perburuhan sendiri ditetapkan oleh buruh dan majikan atau ditetapkan oleh majikan sendiri yang sifatnya otonoom..
Dalam hal pemaknaan sumber hukum maka ada beberapa sumber hukum perburuhan yang bisa dijadikan rujukan dalam mengkaji persoalan perburuhan di Indonesia,yakni Undang-Undang dan Peraturan lainnya, Kebiasaan, Yurisprudensi/Putusan hubungan industrial, Perjanjian, dan Traktat.
1. Undang-Undang dan Peraturan - Peraturan
Di atas sudah dijelaskan Indonesia menganut tradisi civil law, di mana keputusan legilsatif menjadi produk hukum utamanya ketimbang yang lainn artinya Undang-undangmenjadi sumber hukum utama dalam hukum perburuhan. Sedangkan makna peraturanlainnya adalah peraturan-peraturan yang kedudukannya lebih rendah daripada undang-undang termasuk di dalamnya adalah peraturan pemerintah, keputusan presiden, peraturanatau keputusan instansi lain dalam bida perburuhan dan lain sebagainya sesuai dengan tingkatan herarki peraturan perundang-undangan.
2. Kebiasaan
Kebiasaan (customary law) merupakan perilaku terus menerus dan dilakukan secara berulang-ulang, sehingga perilaku yang berulang-ulang itu bisa menjadi hukum bagi para pihak yang terkait yang terikat untuk melaksanakannya. Satu kali dilakukan dan dijadikandasar pemberian hak kepada buruh,akan dijadikan acuan untuk selanjutnya, kecuali adaalasan-alasan yang dapat diajukan untuk tidak melaksanakannya asalkan dibuat perjanjian/persetujuan dari pihak buruh/pekerja. Misalnya: Pemberian bonus diakhir tahun. Jellinek juga mengungkapkan bahwa perbuatan yang diulang secara terus menerus itu bisamempunyai kekuatan normative (die normatieve karft des factischen) tentu hal ini dilakukankarena adanya sebab yang patut dan tidak bertentangan dengan hukum lainnya. Kebiasaan menjadi penting dalam hukum perburuhan karena disebabkan oleh dua hal, yakni :
• Perekembangan masalah : masalah perburuhan jauh lebih cepat dari perundang-undangan yang ada.
• Banyak peraturan yang dibuat zaman Hindia Belanda yang tidak sesuai lagi dengankeadaan ketenagakerjaan setelah Indonesia merdeka.
3. Yurisprudensi/Putusan pengadilan hubungan Industrial
Sudikno memberikan arti yurisprudensi itu sebagai peradilan pada umumnya (juricature rechtpraak) yang mempunyai makna yaitu pelaksanaan hukum dalam halkonkret terhadap tuntutan hak yang dijalankan oleh suatu badan yang berdiri sendiri dandiadakan oleh suatu negara, serta bebas dari pengaruh apa atau siapa pun dengan caramemberikan putusan yang bersifat mengikat dan berwibawa. Walaupun demikian, Sudikno menerima bahwa yurisprudensi dapat pula berarti ajaran hukum atau doktrin yang dimuatdalam putusan. Yurisprudensi juga dapat berarti putusan pengadilan.Meskipun Sudikno mengatakan yang dimaksud dengan putusan pengadilan tetapi tidaksecara teks dimaknai dengan lembaga peradilan (judikatif) tetapi juga bisa dimaknailembaga yang diberikan kewenangan untuk membuat putusan terkait dengan sengketa perburuhan. Seperti halnya putusan arbitrasi yang tertuang dalam pasal 49 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Indistrial. Perlu diketahui arbitrasi bukanlah lembaga peradilan yang masuk dalam ranah judikatif namunmempunyai kewenangan untuk menyelesaiakan perselisihan kepentingan, dan perselisihanantar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untukmenyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final
4. Perjanjian/Traktat
Bagi ahli hukum perburuhan Imam Soepomo mengaskan perjanjian perburuhan mempunyai hukum seperti undang-undang. Dalam perjanjian ada asas pacta sunt servanda yakni perjanian merupakan undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.Pengaturan mengenai asas pacta sunt servanda diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) dan (2) KUPer yaitu :
• Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya;
• Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak,atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang.
Di atas adalah perjanjian yang bersifat keperdataan (individu), dalam hal kaitannya perjanjian antar negara itu ada konvensi atau Perjanjian internasional juga bisa dijadikansumber hukum namun belum tentu perjanjian tersebut diiberlakukan di Indonesia kalau belum diratifikasi oleh Indonesia sendiri. Jadi pengesahan suatu oerjanjian internasional oleh pemerintah Indonesia dilakukan sepanjang dipersyaratkan oleh perjanjian internasional tersebut dilakukan melalui Undang-undang.
Untuk meratifikasi (pengesahan) perjanjian internasional dilakukan melalui UU apabila berkenaan dengan :
a) masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara;
b) perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara Republik Indonesia;
c) kedaulatan atau hak berdaulat negara;
d) hak asasi manusia dan lingkungan hidup;
e) pembentukan kaidah hukum baru.
#belajarhukum
#AdvokatSuwadi
#alumnipascasarjana
#universitaspamulang
#posbakumadinserangkota