LEGALITAS ABORSI DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA

Diposkan oleh On 5/25/2021 06:52:00 PM with No comments

bantencom - Abortion atau yang kita kenal dengan aborsi adalah Tindakan menggugurkan kandungan dengan dikeluarkannya janin (fetus) atau embrio sebelum memiliki kemampuan untuk bertahan hidup di luar rahim, sehingga mengakibatkan kematiannya. Tindakan aborsi saat ini marak dilakukan terkhusus di lingkungan remaja hal ini dilatarbelakangi oleh berbagai factor diantaranya pergaulan bebas/sex bebas, factor social, ekonomi dll. Lantas Bagaimana Hukum Positif di Indonesia memandang tindakan aborsi? dari segi hukum di Indonesia tindakan aborsi sendiri mempunyai konsekuensi hukum yang berujung pidana apabila dilakukan tidak dengan ketentuan yang berlaku di Indonesia. Pada hakikatnya setiap orang dilarang untuk melakukan aborsi sebagaimana termaktub didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 346, 347, 348, 349, dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. 

Namun larangan tersebut dikecualikan sebagaimana tertuang dalam Pasal 75 ayat (1) dan ayat (2) UU Kesehatan yang berbunyi :

1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.

2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban pemerkosaan. 

Dimana kehamilan akibat pemerkosaan harus dapat dibuktikan sesuai (Pasal 34 Ayat (2) PP No. 61 Tahun 2014) usia kehamilan yang sesuai kejadian perkosaan, (dengan dinyatakan oleh surat keterangan dokter) serta adanya keterangan penyidik, psikolog, dan/atau ahli lain mengenai dugaan perkosaan. Namun tindakan aborsi yang diatur dalam Pasal 75 Ayat (2) UU Kesehatan itu hanya dapat dilakukan setelah adanya konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang (Pasal 75 Ayat (3) UU Kesehatan juncto Pasal 37 PP No. 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi). Selain itu, tindakan aborsi yang juga diatur lebih lanjut dalam Pasal 76 UU Kesehatan, dimana dikatakan bahwa aborsi hanya dapat dilakukan sebelum kehamilan berumur enam minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis. Aborsi juga harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan sesuai dengan ketetapan peraturan perundang-undangan, harus dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan dan dengan izin suami, (kecuali korban perkosaan). Serta aborsi juga hanya dapat dilakukan oleh penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.

Hal ini berarti tindakan aborsi dapat dikecualikan terhadap indikasi darurat medis dan korban pemerkosaan, aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan dengan merujuk pada ketentuan Pasal 76 UU Kesehatan. Namun seperti yang kita ketahui aborsi ilegal (tidak sesuai dengan ketentuan hukum dan tidak sesuai dengan ketentuan medis) masih marak dilakukan, pahami akibat atau resiko yang terjadi dari tindakan aborsi ilegal, apabila tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan maka ancaman bagi pelaku aborsi tertuang pada pasal 194 UU kesehatan "Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)." 

Dasar Hukum :
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

#belajarhukum
#AdvokatSuwadi
Next
« Prev Post
Previous
Next Post »