Jakarta-bantencom,Lapora pengaduan Laporan Dugaan Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Majelis Hakim yang dilayangkan Dr. Setyanto P. Santosa SE., MA, Ketua Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) kepada Komisi Yudisial Republik Indonesia atas prilaku majelis hakim atas putusan hakim pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor). Pengaduan tersebut diterima oleh Ketua Komisi Yudisial, Suparman Marzuki.
Kiranya dapat menjadi update informasi rekan-rekan media.
Terima kasih.
Terima kasih.
Nomor : .........................................................
Lampiran : 1 (satu) berkas.
Hal : Laporan Dugaan Pelanggaran Kode Etik
dan Pedoman Perilaku Majelis Hakim
Dalam Perkara Nomor: 01/Pid.B/TPK/2013/PN.JKT.PST
Kepada Yth.
Ketua Komisi Yudisial R.I.
di
Jakarta
Dengan hormat,
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya :
Nama : Dr. Setyanto P. Santosa;
Alamat : Jl. Tambak Raya No. 61, Jakarta 10320;
Pekerjaan : Dosen, Fakultas Ekonomi & Bisnis, UNPAD;
No. Telepon : 021. 31908806, Fax : 021. 31908812;
dalam hal ini selaku Ketua Umum MASTEL (Masyarakat Telematika Indonesia);
selanjutnya disebut: ..............................
Dengan ini melaporkan dugaan terjadinya pelanggaran Kode Etik Dan Pedoman Perilaku
Hakim yang dilakukan Majelis Hakim (tersebut dibawah ini) pada Pengadilan Tipikor
Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili serta mengeluarkan penetapan dengan
Register Perkara Nomor 01/Pid.B/TPK/2013/PN.JKT.PST tanggal penetapan putusan : 8 Juli
2013, dengan susunan Majelis Hakim sebagai berikut :
1. Antonius Widijantono (Hakim Ketua)
2. Aviantara (Hakim Anggota)
3. Annas Mustaqiem (Hakim Anggota)
4. Anwar (Hakim Anggota)
5. Ugo (Hakim Anggota)
Selanjutnya disebut : ………………………………………………………..TERLAPOR .
Adapun
yang menjadi dasar dan pertimbangan laporan dugaan Pelanggaran Kode
Etik Dan Pedoman Perilaku Hakim yang dilakukan Terlapor adalah sebagai
berikut :
1. Bahwa Majelis Hakim dalam memeriksa dan mengadili tampak tidak profesional dalam memahami perkara
yang diajukan sehingga dalam putusannya menyatakan bahwa Perjanjian
Kerjasama Akses Internet antara PT Indosat, Tbk dengan PT. Indosat
Multi Media (selanjutnya disebut “PKS Indosat-IM2”) adalah melanggar
hukum. Hal ini disebabkan hakim sama sekali tidak menggunakan
Undang-undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan Peraturan
Pemerintah No. 52 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi
sebagai dasar pertimbangan putusannya, padahal ketentuan-ketentuan
tersebut yang mendasari dibuatnya PKS Indosat-IM2, sehingga gagal
memahami ketentuan tersebut dalam Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun
2000 tentang Orbit Satelit dan Spektrum
Frekuensi; karena Majelis Hakim tidak memperhatikan dengan seksama
fakta-fakta yang terungkap selama persidangan.
2. Bahwa Majelis Hakim bersikap tidak adil
dalam memperlakukan Terdakwa, karena Majelis Hakim hanya mendengarkan
keterangan ahli dari pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan mengabaikan
sama sekali fakta-fakta yang berkembang selama persidangan yang
diperoleh dari keterangan para saksi ahli dan saksi a de charge yang
diajukan oleh Terdakwa dan Penasehat Hukum. Saksi sebanyak 19 orang yang
diajukan JPU selama persidangan justru meringankan Terdakwa karena
tidak ada satupun keterangan dan bukti yang disampaikan yang mendukung
dakwaan JPU, namun kesaksiannya tidak didengarkan dan terkesan diabaikan
oleh Majelis Hakim. Ketidak adilan Majelis Hakim lebih nyata lagi saat
JPU melakukan perubahan dakwaannya (padahal sudah diingatkan oleh
Terdakwa dan Penasehat Hukum), dan terbukti diabaikan karena sama
sekali tidak disinggung oleh Majelis Hakim dalam putusannya. Kesemuanya
ini diakibatkan saat memimpin persidangan Majelis Hakim tidak
konsentrasi, sering mengobrol bahkan sering mengantuk (tampak dari
rekaman video terlampir).
.
3. Bahwa Majelis Hakim tidak adil karena dengan sengaja mengabaikan pendapat resmi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika selaku Regulator Telekomunikasi Indonesia, yang
secara tegas menyatakan bahwa tidak ada ketentuan pengaturan
telekomunikasi yang dilanggar dalam PKS Indosat-IM2. Menteri Komunikasi
dan Informatika telah mengeluarkan 2 pucuk surat, yaitu Surat Menteri
Komunikasi dan Informatika Nomor 65/M.KOMINFO/02/2012 kepada Direktur
Utama PT Indosat Tbk.tertanggal 24 Februari 2012 perihal Kepastian Hukum
atas Kerjasama antara PT Indosat Tbk dan PT Indosat Mega Media (IM2),
serta Surat Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor
T-684/M.KOMINFO/KU.04.01/11/2012 kepada Jaksa Agung tertanggal 13
November 2012 perihal Dugaan Kerugian Negara pada Kasus IM2-Indosat
Kedua surat tersebut telah menegaskan bahwa kerjasama yang dilakukan
oleh PT IM2 dan PT Indosat, Tbk tidak melanggar peraturan perundangan.
Disamping itu model bisnis yang dilakukan PT. IM2 ini adalah juga
dilakukan lebih dari 280 perusahaan penyedia jasa internet (Internet Service Provider) lainnya. Mengabaikan
pendapat resmi Kementerian Komunikasi dan Informatika adalah sama
dengan tidak mengindahkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dalam penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia (Undang-undang
No. 36 Tahun 1999 beserta aturan turunannya), karena Menteri Komunikasi
dan Informatika adalah pihak yang berwenang menentukan adanya
pelanggaran di bidang telekomunikasi sebagaimana diamanatkan
undang-undang tersebut.
4. Bahwa Majelis Hakim tidak memiliki wawasan dan tidak berperilaku arif dan bijaksana
dalam memutuskan perkara ini, dimana dengan putusannya tersebut Majelis
Hakim tidak menyadari akibat yang akan ditimbulkan bagi industri
telekomunikasi apabila sudah memiliki kekuatan hukum. Dampak negatif
akan diderita oleh perusahaan penyelenggara jasa internet yang memiliki
pola kerjasama sejenis dengan PKS Indosat-IM2 beserta perusahaan
turunannya. Dengan dinyatakannya bahwa Perjanjian Kerja Sama antara
PT. Indosat dengan PT. IM2 melanggar hukum maka ratusan penyelenggara
internet yang sebagian besar adalah pengusaha Usaha Kecil dan Menengah
(akan) diperlakukan sebagai pelanggar hukum dan eksesnya di
daerah-daerah para penegak hukum akan melakukan razia dan penutupan
perusahaan tersebut. Dampak lebih besar lagi akan dirasakan oleh
industri perbankan yang dalam operasinya menggunakan model penyewaan
jaringan terutama untuk menghubungkan mesin-mesin ATM yang tersebar di
seluruh Indonesia.
Dalam perkara ini, Pelapor bertindak selaku Ketua Umum MASTEL, sebuah lembaga
nirlaba yang merupakan wadah bagi seluruh pelaku usaha di bidang
telekomunikasi dan multi media, industri/pabrikan perangkat, Asosiasi,
profesional, akademisi, para pengamat dan peminat di bidang telematika;
yang tidak hanya berfungsi sebagai wadah untuk saling berkomunikasi dan
saling bertukar informasi , tetapi juga sebagai jembatan yang
menghubungkan dan mempertemukan seluruh kepentingan telematika
(telekomunikasi dan informatika) di Indonesia baik antara Pemerintah
dengan para pemangku kepentingan ataupun antara Pemerintah dengan
lembagai legislatif (DPR-RI).
Dalam
kaitan Pelaporan ini disampaikan ke hadapan Komisi Yudisial R.I.
adalah karena perkara yang diadili dan diputuskan oleh Majelis Hakim
sangat berkaitan erat dengan tugas dan fungsi dari organisasi Pelapor
dan dalam rangka menegakan kewibawaan lembaga penegak hukum di
Indonesia serta mencegah terjadinya dampak negatif yang meluas di
industri telematika di Indonesia, khususnya jasa internet yang saat
digunakan oleh lebih dari 70 juta orang di Indonesia.
Dampak
ini juga akan dirasakan oleh industri perbankan sebagaimana tersebut
butir 4, serta terganggunya iklim investasi yang nyaman baik dari dalam
maupun luar negeri karena dianggap tidak adanya kepastian hukum di
Indonesia. Terbukti dari telah dikeluarkannya ijin berniaga untuk
PT.IM2, yang selama bertahun-tahun dianggap normal oleh
Pemerintah/Regulator dan memenuhi ketentuan peraturan perundangan yang
berlaku, tiba-tiba oleh Majelis Hakim divonis bersalah. Jika para
Penegak Hukum mengikuti cara berpikir dan nalar dari JPU dan Majelis
Hakim maka akan terjadi kondisi semacam “kiamat internet” ; dan berbagai upaya razia dengan dalih “penegakan hukum” akan dilakukan terutama di daerah-daerah yang jauh dari ibukota.
Kami
berharap adanya tindakan terhadap para anggota Majelis Hakim yang
telah melanggar Kode Etik dan perilaku Hakim ini, untuk mencegah
terjadinya dampak negatif terhadap bangsa dan negara yang dihasil oleh
keputusan-keputusan mereka.
Demikian
Laporan pengaduan ini kami buat, selanjutnya kami mohon kepada Komisi
Yudisial Republik Indonesia untuk dapat memerika Laporan Dugaan
Pelanggaran Kode Etik dan perilaku Hakim ini sesuai dengan keweangan
yang dimiliki.
Tembusan :
1. Ketua Badan Pengawas Mahkamah Agung Republik Indonesia.