Dalam sidang perdana kasus dugaan korupsi proyek pengadaan lab Untirta jilid II yang dipimpin hakim Poltak Sitorus, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan bahwa terdakwa bersama saksi dan terdakwa Alfian, mantan Purek II Untirta Sudendi, ketua panitia Edwin Perdana Adiwijaya, yang dituntut secara terpisah telah menerima pemberian uang dari pihak Permai Grup, perusahaan milik terpidana mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
"Bahwa uang yang telah diberikan oleh pihak Permai Grup tersebut kepada terdakwa yang seluruhnya Rp 203 juta karena terdakwa selaku dosen Fakultas Pertanian Untirta selalu hadir dalam pertemuan-pertemuan antara pihak Untirta dengan Permai Grup yang tujuannya mengatur agar pelaksanaan penyedia barang pengadaan peralatan lab Untirta dikerjakan oleh Permai Grup," kata JPU Kejati Banten Hendra membacakan berkas dakwaan, kemarin.
Dikatakan, pertemuan-pertemuan yang dihadiri terdakwa di antaranya di FX, Jakarta pada Mei 2010, terdakwa menerima uang sebesar Rp 5 juta, lalu di Hotel Haris sebelum lelang proyek pada Mei 2010 terdakwa bersama Alfian menerima masing-masing uang Rp 10 juta. Uang tersebut diserahkan oleh Gerhana Sianipar dari Permai Grup.
"Di Tower Permai, sekitar Oktober 2010 terdakwa menerima uang Rp 300 juta dari saksi Bayu Wijokongko, yang kemudian uang itu dibagi kepada saksi Alfian Rp 100 juta, saksi Edwin Perdana Rp 100 juta, dan terdakwa Rp 100 juta," lanjut Hendra.
Menurut Hendra, perbuatan terdakwa bersama saksi dan terdakwa lainnya bertentangan dengan Keppres Nomor 80 Tahun 2007 tentang Pengadaan Barang dan Jasa, karena melakukan pertemuan dengan pihak Permai Grup sebelum lelang untuk mengatur pemenangan lelang proyek, yang dimenangkan oleh PT Putra Utara Mandiri (PUM) milik terdakwa Reinhard Nainggolan.
Penitia pengadaan juga tidak membuat harga penilaian sendiri (HPS). HPS dilakukan dengan menggunakan formulir dari salah satu vendor atau perusahaan pendukung dengan tidak mencantumkan diskon, padahal terdapat diskon. Dari nilai proyek sebesar Rp 48 miliar, negera telah dirugikan sebesar Rp 18 miliar.
"Perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 2 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP," ungkap Hendra.
Selain pasal 2, terdakwa juga dijerat dengan Pasal 3 dan Pasal 11 undang-undang yang sama dalam dakwaam primer dan subsider.
Usai mendengarkan dakwaan, terdakwa Dusep mengakui telah menerima uang dari pihak Permai Grup tersebut. Namun begitu, kata Dusep, uang tersebut setengahnya telah digunakan untuk studi banding, bantuan korban bencana alam, dan lainnya. "Setengahnya saya gunakan untuk studi banding Rp 45 juta, dan bantuan untuk bencana alam Rp 25 juta," ungkapnya.
Dalam sidang itu, terdakwa tidak mengajukan eksepsi. "Kita ingin langsung pembuktian meteri saja, kelamaan harus eksepsi," jelas kuasa hukum terdakwa, Warsosno usai sidang.
Sebelumnya, sidang dengan terdakwa Alfian, mantan Kabag TU Untirta juga disidang. Dalam sidang itu juga terdakwa didakwa dakwaan alternatif Pasal 2, 3 dan 11 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Terdakwa selaku anggota panitia juga telah melakukan pertemuan dengan pihak Permai Grup dan menerima uang sebesar Rp 563 juta.
Dalam penuntutan terpisah, terdakwa mantan Pembantu Rektor (Purek) II Untirta Sudendi dan staf BAUK Untirta Edwin Perdana Adiwijaya telah divonis 3 tahun penjara, sedangkan Direktur PT Putra Utara Mandiri (PUM) Reinhard Nainggolan selaku pemenang proyek telah divonis 4 tahun penjara. Sudendi sebagai PPK proyek, sedangkan Edwin sebagai ketua panitia pengadaan. Edwin dan Reinhard mengajukan banding atas putusan itu ke Pengadilan Tinggi (PT) Banten, sementara Sudendi menerima putusan tersebut. (Bgz)
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!