bantencom - Menurut Sutjipto Raharjo dan Dwidja Priyanto Korporasi adalah suatu badan hasil ciptaan Hukum yang terdiri dari Corpus (yang mengarah pada fisiknya) dan animus (yang diberikan Hukum membuat badan itu memiliki kepribadian).
Pada awalnya, pembuat undang-undang berpandangan bahwa hanya Manusia saja yang dapat menjadi Subjek Hukum Pidana. hal ini dapat dilihat dari ketentuan pasal 59 KUHP terutama dari cara bagaimana delik dirumuskan dengan frasa "Hij die" yang berarti "barangsiapa".
Namun, pada perkembangannya pembuat undang-undang ketika merumuskan delik turut memperhitungkan kenyataan bahwa manusia juga kadang melakukan tindakan di dalam atau melalui organisasi dalam hukum keperdataan ataupun diluar hal tersebut, sehingga muncul pengaturan terhadap badan hukum atau korporasi sebagai subjek hukum dalam hukum pidana.
Penerimaan Korporasi sebagai suatu subjek hukum terbagi dalam beberapa tahap, yaitu:
1. sejak KUHP dibentuk pada tahun 1886
Pembentuk undang-undang mulai memasukkan beberapa perintah dan larangan terhadap pengurus korporasi.
2. setelah perang dunia ke I
Dirumuskan bahwa perbuatan pidana dapat dilakukan oleh korporasi, namun pertanggungjawabannya masih tetap kepada pengurus atau anggota pimpinan korporasi tersebut.
3. Pada saat dan sesudah perang dunia ke II
Korporasi diminta pertanggungjawaban secara kumulatif.
Indonesia sejak tahun 1951 telah menerima korporasi sebagai salah satu subjek Hukum pidana. namun kenyataannya hingga tahun 2010 hanya ditemukan satu kasus yang menjerat korporasi sebagai tersangka hingga terdakwa yaitu Perkara No 284/Pid.B/2005/PN Mdo dengan terdakwa PT. Newmont Minahasa Raya. Hal itu terjadi karena kesulitan untuk membuktikan pertanggungjawaban pidana Korporasi agar memenuhi unsur delik pidana.
Kesulitan tersebut juga disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Penentuan ada tidaknya tindak pidana oleh korporasi tidak seperti pada tindak pidana umum, karena tindak pidana korporasi sering kali merupakan bagian dari white collar crime.
2. Penentuan subjek hukum yang dipertanggungjawabkan secara pidana berkaitan dengan kesalahan korporasi.
3. Penentuan kesalahan (schuld, means rea) dalam korporasi tidak mudah karena terdapat hubungan yang begitu kompleks dalam tindak pidana terorganisir diantara perangkat korporasi.
Untuk mengatasi permasalahan diatas, Roling mengatakan bahwa pertanggungjawaban pidana korporasi dapat diperluas yaitu kepada yang memberikan perintah atau pemimpin dalam suatu badan hukum yang secara fisik bukanlah sebagai pelaku tindak pidana. karena kesalahan individu pimpinan atau pengurus korporasi yang memberikan perintah pada suatu korporasi diatribusikan juga sebagai kesalahan korporasi.
Menurut Lu Sudirman dan Feronica, setidaknya ada 3 parameter yang dapat digunakan untuk memidana korporasi, yaitu:
1. UU telah mengatur dengan tegas bahwa subjek tindak pidana termasuk korporasi
2. korporasi dapat disertakan sebagai tersangka
3. korporasi tidak dapat dikenakan pertanggungjawaban apabila korporasi telah menuntut pelaku yang melakukan tindak pidana dalam korporasi.
Terdapat 3 model pertanggungjawaban pidana korporasi, yaitu:
1. Pengurus korporasi sebagai membuat dan penguruslah yang bertanggungjawab.
Model ini didasarkan pada pemikiran bahwa badan hukum tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pidana. karena penguruslah yang akan selalu dianggap sebagai pelaku dari delik tersebut.
2. Korporasi sebagai pembuat dan pengurus yang bertanggungjawab.
Artinya tindak Pidana yang dilakukan oleh korporasi adalah tindak pidana yang dilakukan orang tertentu sebagai pengurus dari badan hukum tersebut. maka orang yang memimpin korporasi tersebutlah yang harus bertanggungjawab, terlepas pemimpin tersebut mengetahui perbuatan atau tidak. namun, Roeslan Saleh berpendapat bahwa ini hanya berlaku untuk pelanggaran saja bukan kejahatan.
3. Korporasi sebagai pembuat dan yang juga sebagai yang bertanggungjawab.
Karna korporasi merupakan pihak yang diuntungkan atas suatu perbuatan pidana. sehingga pemidanaan terhadap pengurus tidak dapat menjamin bahwa korporasi tidak akan melakukan perbuatan pidana itu lagi.
#belajarhukum
#AdvokatSuwadi