Serang, bantencom - Pilkada serentak akan dilaksanakan pada 9 Desember 2015 di 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 36 kota. Potensi konflik dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak diyakini beberapa pihak sangat besar. Bahkan, diprediksi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), tiga kali lebih berpotensi dari Pemilu Nasional. Karena itulah, peran Badan Pengawas Pemilu dan Panwaslu sangat besar guna menekan potensi kisruh Pilkada Serentak.
Begitupula Pilkada serentak juga menjadi tantangan berat bagi Polri. Menurut Kapolri Jenderal Badrodin Haiti bahwa Pilkada serentak lebih rentan menimbulkan konflik ketimbang pemilihan presiden dan pemilihan legislative sehingga diperkirakan tingkat kerawanannya lebih tinggi. Untuk itu, Polri sudah memetakan dan meminimalisasi potensi kerawanan. Potensi konflik tercipta karena faktor ekonomi, politik, sosial, budaya juga akan terus mempengaruhi gejolak masyarakat. Maka diperkirakan tantangan Polri semakin berat menghadapinya.
Berkaitan dengan tantangan berat tersebut di atas, maka sinergitas dan keharmonisan dari seluruh pihak merupakan kunci utama dalam mewujudkan Pilkada serentak yang berkualitas. Dengan demikian hal ini merupakan titik pijak bersama untuk mengawal penyelenggaraan Pilkada secara serentak tahun 2015 agar dapat berjalan aman, tertib dan lancar.
Dalam menyambut Pilkada serentak maka penulis menghimbau agar aparat keamanan dan masyarakat meningkatkan kewaspadaan, karena, sedikitnya ada enam faktor yang menjadi sumber konflik di wilayah yang menyelenggarakan Pilkada. Pertama, historis konflik. Kedua, kepengurusan ganda di dalam partai politik. Ketiga, adanya potensi konflik yang dibawa calon sebagai pribadi. Keempat, potensi konflik yang bersumber dari karakter masyarakat. Faktor yang kelima adalah penyelenggara Pilkada. Jika ada penyelenggara Pilkada yang berpihak atau tidak adil, ini akan menjadi faktor pemicu konflik. Selanjutnya Faktor yang keenam adalah konflik yang bersumber dari pribadi, kelompok partai maupun daerah.
Pemerintah dengan instansi-instansi yang terkait (stakeholders) diharapkan bisa mengelola potensi konflik agar mengetahui segala apa yang ada dan apa yang terjadi di setiap jengkal wilayah yang menjadi tanggung jawabnya berikut segala perubahan kehidupan sosial dalam masyarakat serta perkembangannya.
Selanjutnya mengidentifikasi tantangan dalam pengelolaan potensi konflik yang tengah dan akan dihadapi, sebagai pengetahuan dasar dan arah bagi perumusan kebijaksanaan yang bersifat antisipatif atau pengambilan keputusan dan tindakan dengan resiko yang telah diperhitungkan.
Dalam menghadapi Pilkada, Kemendagri akan membentuk Tim Monitoring untuk mengatasi konflik Pilkada Serentak. Pembentukan tersebut merupakan respon positif dari kewaspadaan dari pemerintah untuk mendeteksi dini terhadap gangguan kamtibmas dalam antisipasi konflik yang diharapkan dapat efektif dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat maupun daerah melalui aparat keamanan dan unsur-unsur yang terkait.
Pelaksanaan deteksi dini juga berkaitan dengan tumpang tindihnya kebijakan. Interpretasi negara melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial lebih banyak menitikberatkan pada aktivitas penghentian konflik, dengan memobilisasi kekuatan sektor keamanan secara masif, khusus bantuan penggunaan dan pengerahan kekuatan TNI (Pasal 12 huruf d). Ukuran masif kemudian akan sangat bergantung dengan kewenangan yang diberikan secara longgar kepada otoritas sipil lokal untuk menetapkan status keadaan konflik (Pasal 14 sampai 18) dan kewenangan-kewenangan mengikat yang mengikutinya-seperti otoritas untuk melakukan pembatasan dan penutupan wilayah konflik- (Pasal 24 hingga 28). Di mana otoritas sipil lokal ini juga potensial memainkan peran yang signifikan dalam memicu konflik ataupun mendorong pembangunan perdamaian konstruktif.
Maka, pelaksanaan Sistem deteksi dini sebaiknya dibangun melalui keterlibatan seluruh aktor yang berpotensi terlibat dalam konflik. Dimulai dari kelompok paling kecil hingga kelompok paling besar. Masyarakat desa atau masyarakat hukum adat, civil society, masyarakat kesukuan, masyarakat dalam suatu wilayah administrasi geografis (Kabupaten, Provinsi), aparat keamanan, perangkat hukum, Pemerintah (Kemendagri) adalah unsur-unsur yang harus difungsikan dalam upaya deteksi dini. Namun tentu saja yang paling penting adalah kembali adanya kebijakan dan regulasi dari pemerintah untuk mengadopsi sistem pencegahan konflik dalam kebijakannya. Sehingga dengan efektifnya pelaksanaan deteksi dini terhadap konflik Pilkada maka indikasi keberhasilannya sebagai berikut:
1) Adanya regulasi sistem pencegahan konflik maka dapat menunjang pelaksanaan tugas aparat keamanan dalam melakukan pemetaan potensi konflik
2) Mempercepat pengumpulan data dan informasi mengenai potensi-potensi yang berkembang menjadi konflik sehingga dapat dijadikan sebagai bahan analisis untuk penanganan konflik.
3) Meningkatnya sikap kewaspadaan nasional masyarakat yang lebih mengedepankan keutuhan NKRI.
Keberhasilan deteksi dini konflik menjelang Pilkada dapat dicapai juga dengan mengefektifkan Kominda sebagai lembaga koordinasi intelijen yang beranggotakan dari berbagai komponen. Pembentukan Kominda (Komunitas Intelijen Daerah) baik tingkat provinsi dan kabupaten sangatlah efektif. Namun dalam kerangka yang lebih luas, diperlukan suatu aturan yang tegas yang mengatur langkah koordinasi antar aparat intelijen di Indonesia. Dibutuhkan suatu payung hukum yang lebih konkrit (SOP) untuk mengatur kerja intelijen serta menyangkut upaya koordinasi antara pihak intelijen BIN, TNI, Polri, Kemendagri, KPU, Bawaslu dan lain-lain. Sehingga arus informasi dapat berjalan dengan cepat dan tepat.Hal ini akan memudahkan pengambil keputusan dalam menentukan segala kebijakan termasuk masalah deteksi dini konflik.
Selanjutnya himbauan ke masyarakat perlu ditingkatkan dengan melakukan sosialisasi pilkada serentak serta dengan mengajak masyarakat peduli dengan situasi keamanan dan ketertiban yang kondusif untuk menghadapi pilkada serentak. Antisipasi dan pengelolaan terhadap potensi konflik pada Pilkada nanti bukan bukan tanggung jawab Polri semata, namun seluruh komponen masyarakat juga harus mendukung terwujudnya situasi keamanan yang kondusif, menjelang Pilkada, saat pilkada dan sesudah pelaksanaan Pilkada.
Menjelang Pilkada yang kurang beberapa bulan lagi, maka sebaiknya masyarakat dapat menyaring isu-isu yang bersifat konfrontatif agar tidak menimbulkan perpecahan dan konflik, baik yang ditimbulkan oleh pendukung atau lawan calon-calon pemimpin daerah. Maka dalam melaksanakan pilkada serentak ini, tentu, seluruh komponen baik TNI, Polri, Kesbangpol, KPU, Bawaslu dan masyarakat memiliki peran yang sama.
(Kompol doni hadi santoso sik pasis sespimmen polri dikreg 55)
Deteksi Dini yang efektif menjelang Pilkada Serentak 2015
Diposkan oleh Edi Santosa On 8/05/2015 09:18:00 PM with No comments
Related Post
KPK Gali Penyuapan BGD Sebelum OTT Serang, bantencom - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang menyelidiki gratifikasi pendirian Bank Banten yang dilakukan oleh dir ...
Rano Karno Enggan Tanggapi Penyataan "Abubakar" Oleh JB Serang, bantencom - Jelang pilkada berbagai cara dilakukan untuk mendapat simpati dan dukungan baik oleh partai maupun rakyat sebag ...
Eli Mulyadi Terpilih Kembali Jadi Ketua DPD Partai Hanura Banten Secara Aklamasi Serang, bantencom - Partai Hanura melaksanakan musda II yang berlqngsung du salah satu hotel di Banten. Musda partai hanura akan di ...
Kuasa Hukum BGD Buka-Bukaan Kebobrokan DPRD Banten Serang, bantencom - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di duga telah mengantongi rekaman penyadapan terkait permintaan 'jatah prema ...
Punya Basis Masa Dan Pengalaman, JB Optimis PDIP Dukung Pencalonanya Serang, bantencom - Ketua Kamar Dagang Dan Industri Provinsi Banten yang juga matan Bupati Kabupaten Lebak selama dua periode, H Muly ...