
Ketua Divisi Penguatan Jaringa, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indones ia Mustakim mengatakan, agar bisa aman dalam membuat karya jurnalistik yaitu tidak mengabaikan Kode Etik Jurnalistik. “Untuk itu jangan sampai mengabaikan kode etik jurnalistik. Sehingga produknya sering kali menimbulkan persoalan," kata Mustakim dalam diskusi Cyber Jurnalism, Media Era Masa Depan, di gedung DPRD Provinsi Banten, Kamis (20/11/2014).
Penyebaran media on line yang menggunakan jaringan internet itu sangat luas dan cepat. Bahkan di satu sisi akan membuat ingatan orang semakin kuat seperti yang diungkapkan oleh Mustakim.
"UU ITE sangat ngeri, karena bergeser dari semangatnya dibuat UU ITE. Karena semangat awalnya untuk melindungi masyarakat dari transaksi elektronik," tegasnya.
Sedangkan menurut AKBP Dadang Herli, Cyber Crime Polda Banten, menjelaskan bahwa produk jurnalistik susah dikriminalkan karena memang ada kode etik penulisan beritanya. Selain itu, produk hukum pun belum mengatur soal cyber jurnalistik itu seperti apa.
"Yang dipidana disana bukan prodak jurnalisme nya, tetapi adalah subjek hukumnya yang dimana hasilnya bertentangan dengan UU No 11 tahun 2008 tentang ITE. Pasal-pasal yang sering berbenturan dengan kontek cyber itu pasal 23 berkaitan dengan pencemaran nama baik, pasal 28 berkaitan dengan berita yang bohong," katanya.
Perwira polisi yang juga bertugas sebagai dosen di beberapa perguruan tinggi negeri dan swasta ini menjelaskan bahwa di Banten ini belum ada aduan terkait hasil produk jurnalistik. Tetapi tak berarti bahwa para pewarta media itu kebal hukum. Karena kedudukan setiap warga negara sama di mata hukum. "UU No 11 2008 bermata pisau dua. Kalau dihapuskan setiap orang membuat pencemaran nama baik. Tetapi saat UU dikenakan, banyak kasus yang dipidanakan," tegasnya.(rid)