banda aceh,bantencom- Bebatuan di wilayah Aceh Tengah dan Bener Meriah didominasi oleh batuan hasil endapan letusan gunung api yang belum padat/kompak. Inilah yang menyebabkan bangunan di atasnya mudah retak atau hancur tatkala digoyang gempa yang magnitude-nya tak terlalu besar (6,2 skala Richter).
Hal itu disampaikan Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Aceh, Ir Faizal Adriansyah MSi kepada bantencom, Kamis (4/7/2013), menanggapi fenomena gempa Gayo 2 Juli lalu yang meskipun hanya berkekuatan 6,2 SR, tapi mampu menghancurkan lebih dari 1.600 rumah, ruko, kantor, dan masjid di Bener Meriah, Aceh Tengah, bahkan Nagan Raya.
Sebelumnya, Prof Kimata, pakar gempa dari Universitas Nagoya, Jepang, yang sedang melakukan riset gempa di Takengon mengatakan, di Jepang gempa dengan kekuatan 6,2 SR jarang merusak banyak bangunan. "Tapi di sini bangunan tidak kokoh, kualitasnya buruk, sehingga banyak yang rusak. Ke depan, kualitasnya perlu ditingkatkan," demikian Prof Kimata.
Terkait kenyataan itu, Ir Faizal Adriansyah mengatakan, belum solid atau belum kompaknya bebatuan di wilayah Aceh Tengah dan Bener Meriah menjadi penyebab bangunan di atasnya mudah retak atau bancur saat diguncang gempa. Apalagi jika gempanya gempat darat. Faizal menambahkan, tingkat kerusakan akibat gempa, antara lain, ditentukan oleh jarak pusat gempa dan jenis batuan yang ada di wilayah gempa. Pusat gempa 2 Juli lalu itu, menurut BMKG, terletak di darat dan dangkal, sehingga getarannya dahsyat dan daya destruktif juga tinggi.
Faizal mengingatkan, energi pusat gempa yang sudah dilepaskan pada 2 Juli lalu berkekuatan 6,2 SR. Jadi, kalau ada gempa lagi dari sumber yang sama justru merupakan gempa susulan yang umumnya semakin melemah. Jadi, tidak perlu terlalu dirisaukan.<MK>
Hal itu disampaikan Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Aceh, Ir Faizal Adriansyah MSi kepada bantencom, Kamis (4/7/2013), menanggapi fenomena gempa Gayo 2 Juli lalu yang meskipun hanya berkekuatan 6,2 SR, tapi mampu menghancurkan lebih dari 1.600 rumah, ruko, kantor, dan masjid di Bener Meriah, Aceh Tengah, bahkan Nagan Raya.
Sebelumnya, Prof Kimata, pakar gempa dari Universitas Nagoya, Jepang, yang sedang melakukan riset gempa di Takengon mengatakan, di Jepang gempa dengan kekuatan 6,2 SR jarang merusak banyak bangunan. "Tapi di sini bangunan tidak kokoh, kualitasnya buruk, sehingga banyak yang rusak. Ke depan, kualitasnya perlu ditingkatkan," demikian Prof Kimata.
Terkait kenyataan itu, Ir Faizal Adriansyah mengatakan, belum solid atau belum kompaknya bebatuan di wilayah Aceh Tengah dan Bener Meriah menjadi penyebab bangunan di atasnya mudah retak atau bancur saat diguncang gempa. Apalagi jika gempanya gempat darat. Faizal menambahkan, tingkat kerusakan akibat gempa, antara lain, ditentukan oleh jarak pusat gempa dan jenis batuan yang ada di wilayah gempa. Pusat gempa 2 Juli lalu itu, menurut BMKG, terletak di darat dan dangkal, sehingga getarannya dahsyat dan daya destruktif juga tinggi.
Faizal mengingatkan, energi pusat gempa yang sudah dilepaskan pada 2 Juli lalu berkekuatan 6,2 SR. Jadi, kalau ada gempa lagi dari sumber yang sama justru merupakan gempa susulan yang umumnya semakin melemah. Jadi, tidak perlu terlalu dirisaukan.<MK>