Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta tidak ada lagi penggunaan data manual pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC). Tujuannya untuk menghindari terjadinya kasus penggelapan. Sekretaris Kabinet, Pramono Anung, saat menyampaikan itu usai hasil rapat kabinet terbatas yang dipimpin oleh Presiden Jokowi, di Istana Negara, Jakarta, kemarin.
"Presiden menginstruksikan kepada Menkeu dan jajaran Ditjen Pajak dan DJBC untuk segera memperbaiki IT yang ada dan terintegrasi. Sehingga dengan demikian tidak ada lagi data-data yang bersifat manual dan berbeda-beda," kata Pramono.
Penggunaan sistem manual, kata Pramono, mampu memberikan celah untuk masyarakat melakukan penggelapan, seperti penerbitan faktur pajak palsu, pelaporan neraca keuangan palsu, transaksi ekspor fiktif, dan sebagainya.
Padahal pembayaran pajak merupakan salah satu bentuk kewajiban sebagai warga negara. Pemerintah optimistis, hal tersebut dapat mendorong kepatuhan dan meningkatkan rasio pembayar pajak (tax ratio) di dalam negeri.
"Karena dalam sistem IT yang terintegrasi ini, kami meyakini pasti akan meningkatkan tax ratio. Karena tax ratio kita masih sekitar 11%, dan Bapak Presiden menginginkan dalam waktu ke depan tax ratio bisa ditingkatkan di atas 12-13% bahkan sampai 15%," paparnya.