
Surat Riky Tapinongkol tertanggal 5 Novemmber 2015 yang meminta agar Rano Karno mencairkan uang penyertaan modal pembentukan Bank Banten bertentangan dengan surat Ketua DPRD Banten yang dikirim ke BGD dua hari sebelumnya. Dalam surat tertanggal 3 November sangat jelas kalau DPRD Banten meminta agar BGD tidak mencairkan dana pembentukan Bank Banten sebelum mengadakan audensi dan pemaparan dengan DPRD Banten.
Dalam permohonan Direktur BGD kepada Rano Karno sebagai pemilik saham tersebut, Riky juga menyertakan proposal kajian pembentukan Bank Banten, laporan keuangan PT. Banten Global Development dan referensi dari Bank Bukopin. Lampiran ini dinilai masih banyak masalah, karena selain kajian pembentukan Bank Banten yang belum optimal, PT. BGD saat ini tengah disidik oleh Kejaksaan Tinggi Banten karena dianggap banyak penyimpangan, terutama dalam masalah penyertaan modal kepada beberepa perusahaan.
Keberadaan Riky Tapinongkol sebagai Direktur Perusahaan Milik Pemerintah Provinsi Banten dengan Rano Karno sebagai Gubernur yang berfungsi sebagai pemilik saham diartikan keduanya berada dalam satu kepentingan. Kedua orang ini terlihat sama sama berambisi mengeluarkan uang APBD Banten. Riky dengan cara tidak memperdulikan peringatan yang diberikan oleh ketua DPRD Banten dan Rano Karno dengan cara mendatangkan konsultan investasi yang bertujuan untuk meyakinkan para pejabat Banten.
Informasi yang diterima bantencom mengatakan bahwa keinginan untuk segera mencairkan dana pembentukan bank Banten tidak semuanya sejalan. Beberapa pejabat di Provinsi Banten masih enggan untuk mencairkan dana tersebut karena disinyalir masih banyak masalah yang harus diselesaikan terlebih dahulu, sementara Rano Karno sebagai Gubernur Banten berharap agar pencairan dana tersebut selekasnya dicairkan.
Perkara suap ini terkuak saat petugas KPK melakukan operasi tangkap tangan pada 1 Desember 2015. Selain Ricky, pihak yang diamankan dalam peristiwa itu adalah Wakil Ketua DPRD Banten dari Fraksi Partai Golkar SM Hartono, anggota DPRD Banten dari PDIP Tri Satria Santosa.
Dalam penangkapan itu, petugas KPK juga berhasil mengamankan uang tunai sebesar US$ 11 ribu dan Rp 60 juta dari tangan kedua legislator Banten tersebut yang diduga merupakan uang suap.
Dari pemeriksaan, Hartono dan Tri kemudian ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Keduanya dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau 11 Undang-Undang 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara, Ricky menjadi tersangka pemberi suap. Dia diduga melanggar Pasal 5 ayat 1 a atau b atau 13 UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001