"Awalnya masuk ke Nikomas cuma 3 juta untuk laki laki dan dan 1.5 untuk perempuan, namun belakangan uang masuknya sudah naik, mungkin karena penerimaanya sedikit dan yang berminat makin banyak", ujar Rosid karyawan yang sudah bekerja puluhan tahun di pabrik sepatu yang berlokasi di Serang Timur.
Lebih parah lagi menurut Rosid, untuk lowongan bulan Desember nanti saja sudah ada yang ngasih uang DP. Besaranya berfariasi, "Besaran untuk uang DP berbeda beda, tapi paling kecil 1. Juta", ujarnya.
Uang yang diberikan bersamaan dengan penyerahan berkas lamaran tersebut dijadikan uang muka dari harga yang telah ditentukan. Saat ini kurir yang di line sudah meminta harga 5,5 juta. Uang ini akan diditribusikan pada jaringan yang ahirnya sampai pada level yang paling menentukan selain orang di luar HRD. Beberapa sumber mengatakan bahwa peran HDR masih dibayangi oleh Bos lain yang lebih berkuasa.
"Jadi makin dekat dengan sang bos harga semakin kurang, karena sebetulnya harga sudah ditentukan dari atas, tapi yang terlibat dalam jaringan mafia ini semuanya dapet jatah", lanjutnya.
Sementara mengenai nama orang orang yang bertindak sebagai calo, Rosid enggan mengatakan. Rosid hanya mengatakan setelah jalur di luar tembok, istilah buat para calo yang tidak bekerja di Nikomas. Di idalam perusahaan sendiri terdapat beberpa jaringan. Awalnya penitipan untuk tenaga kerja bermula dari kurir tingkat line, gedung, office sampai ke orang yang paling menentikan alias bos. Bos dalam rangkaian ini sering disebut dengan WT. WT adalah tenaga kerja asing yang sudah bekerja puluhan tahun di Nikomas, bahkan dikabarkan telah memiliki keluarga di Indonesia.
Sementara itu, Zaeni, ketua komisi IV DPRD Kabupaten Serang yang dimintai komentar perihal pungutan tersebut, mengatakan bahwa dirinya sudah banyak nenerima laporan tersebut.
"Laporan tentang adanya pungutan bagi para pencari kerja di Pabrik udah sering saya terima, dan ini sangat menyedihkan, karena umumnya orang yang akan bekerja adalah anak muda dan golongan menengan ke bawah", ujarnya.
Laporan tersebut sebenernya udah beberpa kali dikonfirmasikan ke perusahaan, tapi pada umumnya pihak perusahaan mengelak. Bantahan seperti itu adalah hal yang lumrah, tapi minimal pihak perusahaan sudah mengetahui adanya pungutan. Menurutnya tinggal ada itikat baik dari perusahaan untuk menghilangkan kebiasaan itu apa tidak, " membiarkan suatu pelanggaran yang terjadi akan menimbulkan kesan bahwa hal itu sudah diridoi, jadi walau ngelak mereka sebetulnya tetap dapat dimintai pertanggung jawaban, minimal tanggung jawab moral lah", ujarnya.
Dalam komunikasi via HP dengan bantencom, ketika ditanya tentang pungutan yang mencapai angka 6 juta, Zaeni mengatakan itu sudah berlebihan. Menurutnya angka 50 ribu adalah angka yang wajar sebagai ucapan terima kasih karena telah membatu mencarikan pekerjaan. Tetapi kalau sudah diatas 500 ribu, ini sudah tidak sehat, ada unsur bisnis dalam rekrutment, "ini sudah dijadikan kerjaan, bukan hanya sebagai membantu orang mencari kerjaan", lanjutnya.
(TAZ®)