
Serang, bantencom - APBD Banten yang di susun rezim Atut, masih mengabaikan prioritas, tidak affirmasi Banten Selatan. Potensi SILPA besar di tahun 2014, kemumgkinan akan terjadi karena birokrasi diliputi rasa ketertakutan, ditambah lagi Gubernur tidak aktif memimpin. Sementara itu, evaluasi khusus perlu diberikan kepada BPK Banten, berkaitan dengan hasil-hasil pemeriksaan yang selama ini dinilai tidak sesuai dengan fakta temuan kelompok sosial masyarakat dan LSM.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Banten 2014 menjadi sorotan. Jika melihat pola penggunaan dan pengalokasiannya berpotensi
terjadi pembajakan APBD Banten oleh elite tertentu. Hal ini mencuat dalam
diskusi "Stop Pembajakan APBD" yang dilaksanakan di Hotel Mahadria,
Kota Serang, Rabu (19/2/2014).
Secara fiskal, pendapatan darah Provinsi Banten mencapai
Rp6,8 trilun dengan pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp4,7 trilun atau
masuk dalam kategori mandiri sebagai sebuah provinsi. "Namun demikian,
dari anatomi belanja baik langsung maupun tidak langsung di Provinsi Banten,
menggambarkan bagaimana pendistribusian belanja sarat dengan potensi pembajakan
oleh karena sudah dari perencanaannya bermasalah," ungkap Dahnil Anzar,
Ekonom dari Untirta, Rabu (19/2/2014).
Sebagai contoh, Dahnil menyebutkan bahwa pembangunan jalan
raya tahun 2014 di Banten wilayah utara Rp121 miliar sedangkan untuk jalan di
Banten bagian selatan dialokasikan Rp70 miliar. "PAD yang besar itu banyak
digunakan untuk belanja tidak langsung dan kecil sekali untuk belanja langsung.
Potensi penganggaran semacam ini rawan diselewengkan oleh oknum tertentu,"
jelasnya.
Koordinator ICW Ade Irawan melihat perputaran uang di Banten
hanya beredar di lingkar elite dan jaringan politik bisnis. "Indikatornya
kemiskinan banyak padahal PAD nya tinggi," paparnya.
Persoalannya, kata Ade, tidak meratanya distribusi APBD di
Banten karena penyusunan APBD hanya dikuasai elite. " Pola korupsi dari
sejak perencanaan, melalui perusahaan-perusahaan tertentu," ujarnya.
Sementara itu, lanjut Ade, peran DPRD yang seharusnya
menjadi penyeimbang mengalokasikan untuk rakyat malah menjadi barisan yang sama
dengan menerima gratifikasi untuk meloloskan proyek.
Pendapatan Daerah
Pendapatan Daerah Rp. 6.878.071.982.000,00
PAD Rp. 4.675.126.000.000,00
Dana Perimbangan Rp. 1.151.026.982.000,00
Pendapatan Lain Rp. 1.051.919.000.000,00
Pendapatan Daerah yang berasal dari PAD 67.98%, Transfer dari pusat 16.82%, Pendapatan lain 15.28%
Belanja Daerah
Belanja Daerah Rp. 7.349.402.032.000,00
Belanja Tidak Langsung Rp. 4.022.622.861.700,00 (54.72%)
Belanja Langsung Rp. 3.326.779.170.300,00 (45.25%)
Belanja Pegawai BTL Rp. 558.508.213.700,00 (7.59%)
Belanja Langsung BL Rp. 159.273.206.000,00 (2.16%)
Belanja Modal Rp. 1.694.615.722.403,00 (23%)
Transfer ke Kab / Kota Rp. 1.766.695.512.000,00 (24%)
Bantuan ke Daerah/Desa Rp. 233.870.136.000,00 (3.17% )
Devisit sebanyak Rp. 471.330.050.000,00
Alokasi SKPD
Pendidikan Rp. 308.400.000.000,00 (4.32%)
Kesehatan Rp.395.090.502.500,00 (5.54%)
PU Rp. 1.649.409.200.000,00 (23.13%)
Pemukiman Rp. 21.025.000.000,00 (0.29%)
bc4
bantencom "civil journalism for Indonesia Chanel"