Statement Adnan Buyung Nasution
yang menilai KPK terlalu arogan dalam
menindak para tersangka tindak pidana korupsi menjadikan perdebatan yang cukup
memanas. Buyung menganggap langkah-langkah penyelidikan dan penyidikan yang
dilakukan oleh KPK terlalu arogan, terlalu congkak dan dipenuhi unsur kekuasaan.
Pendapat Adnan Buyung diamini
oleh Desmon Mahesa (Gerindra), Fahri Hamzah (PKS), Ahmad Yani (PPP). Mereka sependapat
dengan Buyung, bila KPK dalam menjalankan tugasnya cukup arogan. Bahkan mereka menilai KPK seperti zaman Orde Baru dulu.
Dalam hal ini, Johan Budi yang
mewakili KPK dengan santai mengatakan, “KPK juga tidak semuanya benar, KPK juga bukan lembaga yang anti kritik. Namun
dalam menjalankan tugas, KPK punya acuan dan aturan untuk melangkah dalam mengambil tindakan”. Lebih
lanjut Johan menjelaskan, “Sekiranya dari para tersangka atau para lowyer ada
yang keberatan dengan sikap KPK, silahkan diajukan ke pengadilan. Biar hakim
yang memutuskan siapa yang salah dan yang tidak salah!”.
Sungguh ironis, ketika tindak pidana korupsi
sudah mendarah daging dalam tatanan berbangsa dan bernegara, memang bukan perkara
mudah untuk bisa memberantasnya. KPK
dibentuk untuk memberantas kejahatan
korupsi, namun tindakan KPK dalam
penyelidikan, penyidikan dan penangkapan dinilai oleh para pengacara sebagai tindakan yang arogan, tindakan yang
tidak mengedepankan azas praduga tak bersalah (presumption of innocence), bahkan
tindakan KPK melanggar HAM. Padahal publik
sudah cerdas dalam menilai, tindakan KPK adalah bagus dan tepat, minimal untuk menimbulkan efek jera
bagi para koruptor.
Apabila pengacara senior
sekaliber Adnan Buyung Nasution menyatakan tindakan yang dilakukan oleh KPK dalam
menindak para tersangka koruptor mengandung unsur pelanggaran HAM, lantas kemiskinan, kelaparan,
pengangguran yang timbul karena efek dari para pelaku korupsi, kemana mereka
akan mengadukan Hak Azasinya? (SN)
bantencom "civil journalism for Indonesia Chanel"